Equity World | Bursa Asia Cerah Lagi, Sayang IHSG Tak Ikutan
Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup bergairah pada perdagangan Rabu (26/10/2022), meski masih ada kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global.
Equity World | Wall Street Loyo: S&P 500 dan Nasdaq Akhiri Reli Tiga Hari Berturut-turut
Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni ditutup melesat 1% ke posisi 15.317,67.
Saham teknologi China yang terdaftar di bursa Hong Kong terpantau melesat dan menjadi penopang Hang Seng hari ini. Saham Meituan melonjak 5,02%, sedangkan saham Tencent melesat 2,52%, dan saham Sensetime melejit 6,61% pada hari ini.
Sedangkan indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,67% ke posisi 27.431,84, Shanghai Composite China bertambah 0,78% ke 2.999,5, Straits Times Singapura melesat 0,81% ke 3.008,38, ASX 200 Australia naik 0,18%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,65% menjadi 2.249,56.
Namun, untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini kembali ditutup turun tipis 0,06% menjadi 7.043,94.
Dari Australia, inflasi pada kuartal ketiga tahun 2022 kembali melonjak. Berdasarkan data dari Biro Statistik Australia, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada kuartal III-2022 naik menjadi 7,3%, menjadi yang tertinggi sejak 1990 atau dalam 32 tahun terakhir.
Angka ini juga melebihi prediksi analis di survei Reuters sebesar 7%. Sedangkan di kuartal II-2022, CPI Negeri Kanguru tercatat 6,1%.
Kenaikan harga dipicu harga yang lebih tinggi untuk konstruksi tempat tinggal baru, bahan bakar otomotif, dan makanan.
"Empat kuartal terakhir telah melihat kenaikan kuartalan yang kuat didukung oleh harga yang lebih tinggi untuk konstruksi tempat tinggal baru, bahan bakar otomotif dan makanan," kata Biro Statistik Australia dalam pernyataannya.
Harga makanan menjadi kenaikan paling tinggi sejak kuartal IV-1983 (9,0% vs 5,9% di Q3). Sementara biaya meningkat lebih lanjut untuk transportasi (9,2% vs 13,1%).
Sektor perumahan tercatat naik (10,5% vs 9%), alkohol & tembakau juga mengalami hal serupa (4,0% vs 2,2 %), termasuk perabot (7,7% vs 6,3%). Ini juga terlihat di sektor rekreasi (5,0% vs 4,5%), kesehatan (2,7% vs 2,4%), dan asuransi & jasa keuangan (4,2% vs 3,4%).
Bursa Asia-Pasifik secara mayoritas ditutup bergairah, di tengah masih cerahnya pasar saham global dalam beberapa hari terakhir.
Investor di AS masih memantau perilisan kinerja keuangan perusahaan pada kuartal III-2022. Namun, ada sedikit kabar kurang menggembirakan, di mana kinerja keuangan raksasa teknologi Alphabet (Google) berada di bawah ekspektasi.
Tak hanya Alphabet, Microsoft juga melaporkan kinerja keuangan setelah perdagangan berakhir. Hasilnya sama, di bawah ekspektasi.
Hal ini bisa menjadi sinyal Wall Street akan cenderung tertekan pada Rabu hari ini, apalagi, Wall Street telah melesat hingga 3 hari beruntun.
Dari data ekonomi yang dirilis, indeks keyakinan konsumen (IKK) AS menurun pada Oktober setelah mencatat kenaikan 2 bulan beruntun.
IKK yang dirilis oleh Conference Board (CB) tercatat sebesar 102,5, turun tajam dari bulan sebelumnya 107.8.
Dilihat lebih detail, sebanyak 17,5% konsumen yang disurvei mengatakan kondisi bisnis "baik". Persentase tersebut turun dari sebelumnya 20,7%.
Namun, posisi IKK di atas 100 masih menandakan bahwa masyarakat optimis terhadap perekonomian AS selama enam bulan ke depan, meskipun posisi tersebut kian melandai.
Jika IKK terus melandai maka, menandakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi kian menurun, ketika masyarakat mulai tidak optimis maka dapat menurunkan daya beli.
Sementara itu, investor di AS akan menanti rilis data pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal III-2022 yang akan dirilis pada Kamis besok.
Berdasarkan hasil polling Reuters, Produk Domestik Bruto (PDB) AS diprediksi akan tumbuh 2% di kuartal III-2022. Artinya, AS akan lepas dari resesi.
Namun, bukan berarti itu adalah titik cerah, sebab ada risiko Negeri Paman Sam akan mengalami double dip recession. Kontraksi PDB dalam 2 kuartal beruntun secara teknis sudah disebut resesi. Namun, resesi di awal tahun ini ringan, bahkan mungkin belum terasa sebab pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat, tetapi yang parah akan datang.
Survei terbaru yang dilakukan Wall Street Journal (WSJ) terhadap para ekonom menunjukkan sebanyak 63% memprediksi AS akan mengalami resesi 12 bulan ke depan. Persentase tersebut naik dari survei bulan Juli sebesar 49%.
Double dip recession pernah dialami AS pada 1980an. Resesi pertama terjadi pada kuartal I sampai III-1980, kemudian yang kedua pada kuartal III-1981 dan berlangsung hingga kuartal IV-1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar