Kamis, 05 Januari 2023

Equity World | Wall Street Ambruk Lagi, Bursa Asia Galau! IHSG Gimana?

Equity World | Wall Street Ambruk Lagi, Bursa Asia Galau! IHSG Gimana?

Equity World | Jakarta, Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Jumat (6/1/2023), di tengah anjloknya bursa saham Amerika Serikat (AS) kemarin setelah dirilisnya data tenaga kerja di AS.

Equity World | Wall Street Anjlok 1 Persen Terimbas Perbaikan Pasar Tenaga Kerja AS

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,31%, KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,5%, dan Straits Times Singapura terpangkas 0,28%.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka menguat 0,67%, Shanghai Composite China naik tipis 0,02%, dan ASX 200 Australia terapresiasi 0,33%.

Dari Jepang, data aktivitas jasa berdasarkan purchasing manager's index (PMI) versi Jibun Bank periode Desember 2022 telah dirilis hari ini, di mana hasilnya kembali naik menjadi 51,1, dari sebelumnya pada periode November 2022 di angka 50,3.

Hal ini menandakan bahwa sektor jasa di Negeri Sakura kembali bergeliat meski ada kabar bahwa Covid-19 di Jepang saat ini kembali melonjak.

Sektor jasa di Jepang juga masih berada di zona ekspansi. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi di tengah ambruknya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,02%, S&P 500 ambrol 1,17%, dan Nasdaq Composite jeblok 1,47%.

Jebloknya Wall Street terjadi setelah data tenaga kerja terbaru dirilis kemarin. Data tenaga kerja yang dirilis Automatic Data Processing Inc. (ADP) menunjukkan sektor swasta AS menambah tenaga kerja sebanyak 235.000 orang, jauh di atas estimasi Dow Jones sebesar 153.000 orang. Kenaikan upah juga tercatat cukup tinggi.

Pemerintah AS juga melaporkan klaim tunjangan pengangguran mingguan lebih rendah dari ekspektasi.

Data tersebut cukup mengejutkan mengingat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunganya.

Sepanjang 2022, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin (bp) menjadi 4,25% - 4,5%, menjadi yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Kenaikan tersebut pun juga menjadi yang paling agresif sejak tahun 1980an.

Pada 2023, The Fed berpeluang menaikkan suku bunga dua kali lagi, yakni 50 basis poin pada Februari dan 25 basis poin sebulan berselang hingga menjadi 5% - 5,25%. Hal ini akan menjadi level puncak suku bunga di AS, tersirat dari Fed dot plot yang dirilis Desember lalu.

Ketika suku bunga semakin tinggi, maka masyarakat akan cenderung melakukan saving ketimbang belanja. Kemudian ekspansi dunia usaha juga akan melambat, kemerosotan ekonomi hingga resesi pun menjadi keniscayaan.

Data tenaga kerja AS yang baru sejatinya menjadi sentimen positif. Tetapi saat ini, hal tersebut tidak berlaku karena semakin positif data tenaga kerja di AS, maka The Fed makin enggan untuk mengubah sikap hawkish-nya.

The Fed (dan bank sentral utama lainnya) justru "mengharapkan" pasar tenaga kerja melemah, bahkan jika perlu resesi segera terjadi.

Hal tersebut diperlukan untuk menurunkan inflasi yang sangat tinggi. Ketika pasar tenaga kerja kuat, maka daya beli masyarakat juga masih akan kuat, hal ini tentunya sulit menurunkan inflasi.

Alhasil, suku bunga bisa semakin tinggi dan ditahan lebih lama lagi sampai inflasi menurun. Jika itu terjadi, maka resesi yang akan dialami AS dan negara maju lainnya bisa jadi akan dalam dan panjang.

Sehingga kabar baik di pasar tenaga kerja AS sebenarnya menjadi kabar buruk bagi pasar finansial saat ini. Terlihat dari Wall Street yang langsung jeblok merespon data tersebut, meski bursa Asia-Pasifik masih cenderung menguat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar